Era Disrupsi Pemerintahan dan Politik 4.0

 

Sumber : www.unila.ac.id, Syafarudin, S.Sos., MA Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung

Garudapolitik.com, - DISRUPSI atau perubahan adalah sebuah keniscayaan. Hanya saja disrupsi itu bisa parsial atau ada yang dirasakan sudah menjadi disrupsi total atau fundamental. Gelombang disrupsi telah mengungkapkan segala aspek kehidupan warga (seperti di dunia bisnis, teknologi, sosial, budaya, pemerintahan, dan politik) di hampir setiap negara di dunia.

Disrupsi yang dipantik industri 4.0 ini, bila dilihat dari sejarah satu dasawarsa yang lalu pertemuan Hannofer Fair Jerman 2011 dan revolusi 2012 muncul rekomendasi Working Group industry 4.0. Itu semua berawal dari efisien, keinginan, dan kebutuhan warga dunia untuk memperoleh produk dan jasa yang smart product   (efektif, dan multi fungsi) melalui smart factory .

Revolusi industri pada tahap keempat (era 4.0) ini adalah sebuah kondisi pada abad ke-21, ketika terjadi perubahan besar-besaran di berbagai lewat perpaduan teknologi yang mengurangi sekat-sekat antardunia fisik, digital, dan biologi.

Revolusi ini ditandai dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan, robot, teknologi nano, komputer kuantum, bio, internet of things , percetakan 3D, dan kendaraan tanpa drone semisal awak.

Karena revolusi, revolusi industri keempat di mata netizen adalah peningkatan kualitas hidup masyarakat di seluruh dunia. Namun, bak pisau pisau ganda kemajuan di bidang otomatisasi dan kecerdasan buatan ini menimbulkan bahwa mesin-mesin suatu hari akan mengambil alih pekerjaan.

Selain itu, bila revolusi-revolusi-revolusi dapat menghasilkan pekerjaan baru untuk menghasilkan pekerjaan yang diambil alih alih, sementara kali ini kemajuan kecerdasan buatan dan otomatisasi dapat digantikan oleh tenaga kerja sebelumnya secara keseluruhan yang didukung oleh teknologi robotic .

Era revolusi industri 4.0 sebenarnya bisa dilihat juga sebagai perubahan sosial dan budaya yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar kebutuhan pokok dengan keinginan masyarakat. Perjalanan perubahan dalam revolusi yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa kekerasan dan atau melalui kekerasan.

Dasar perubahan ini adalah keinginan untuk memenuhi keinginan terhadap pemenuhan kebutuhan manusia secara cepat dan berkualitas. Revolusi industri telah mengubah otomatis cara kerja manusia dari penggunaan manual menjadiasi atau digitalisasi.

Revolusi industri 4.0 merupakan fase keempat dari sebuah perjalanan sejarah revolusi industri yang dimulai pada abad ke-18. Menurut Prof. Schwab, dunia mengalami empat gelombang revolusi industri. Revolusi industri 1.0 ditandai dengan penemuan mesin uap untuk mendukung mesin produksi, kereta api, dan kapal layar.

Berbagai peralatan kerja yang bergantung pada tenaga manusia dan hewan kemudian menggunakan mesin uap. Revolusi industri ini juga merupakan dampak negatif dalam bentuk gerakan massal.

Ditemukan energi listrik dan konsep pembagian tenaga kerja untuk menghasilkan produksi dalam jumlah besar pada awal abad 19 telah lahirnya Revolusi Industri 2.0. Energi listrik telah mendorong para ilmuan untuk menemukan berbagai teknologi lainnya seperti lampu, mesin telegraf, dan teknologi ban berjalan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada awal abad 20 telah melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh tenaga manusia tetapi menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) atau sistem otomatisasi berbasis komputer.

Dampaknya, biaya produksi menjadi semakin murah. Teknolgi informasi juga semakin maju di antaranya teknolgi kamera yang terintegrasi dengan ponsel dan semakin berkembangnya industri kreatif di dunia musik dengan ditemukannya file digital .

Revolusi industri mengalami puncaknya saat ini dengan lahirnya teknologi digital yang berdampak masif terhadap kehidupan manusia di seluruh dunia. Revolusi industri terkini atau generasi keempat yang mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses aktivitas. Teknologi internet yang semakin masif tidak hanya menghubungkan manusia jutaan di seluruh dunia, tetapi juga telah menjadi dasar bagi transaksi perdagangan dan transportasi secara online (Ahmad Yusril Wafi, 2019).

Sebagai sebuah proses yang berputar cepat maka dampak revolusi industri tidak langsung menimbulkan disrupsi total, tapi umumnya dimulai dengan adanya proses-proses self-disruption , peristiwa, peristiwa awal yang mengandung patologi, hambatan, dan tantangan seperti pelapukan pada lambung kapal yang di tengah samudra luas luas ramai feri.

bahaya pelapukan tersabut lalu memantik orang mencatat, menyampaikan inisiasi, kreasi, dan inovasi agar terjadinya perbaikan ( recovery ) atau perubahan pendekatan, cara berpikir, cari bertindak, dari cara-cara lama menjadi pola-pola baru.

Akademisi kampus yang mengemban misi tri darma rajin rajin mencatat, meneliti, mengkritisi, dan memberikan gagasan alternatif atau solusi terhadap sebuah peristiwa, kasus-kasus yang menjadi perhatian publik di media massa (baik media lokal, nasional, berbahasa Indonesia dan Inggris, berbasis cetak atau online ) .

Bunga rampai akademisi berupaya mencatat, mengkritisi, mengulas aneka dinamika di bidang pemerintahan dan politik yang terjadi dalam satu dasawarsa. Hal itu bisa dilihat pada bagian pertama dinamika tata cara dan bagian kedua dinamika politik.

Akademisi sudah mengingatkan sejak dulu hingga saat ini persaingan antarnegara (terutama elemen aparat, bisnis, kampus, dan warga) itu berfokus pada persaingan dan inovasi inovasi.

Resep agar bersaing menciptakan sumber daya yang kreatif dan inovatif ini distimulan dari hasil riset world bank (1995) terhadap 150 di dunia bahwa keunggulan sebuah negara ditentukan dari kontribusi sumber daya alam (10%), teknologi (20%), jaringan (25%) , dan kontribusi terbesar adalah kemampuan sumber daya bangsa menciptakan inovasi & kreativitas (45%).

Jumlah penduduk yang banyak dan sumber daya alam melimpah semakin disadari apabila salah mengelola tanpa nilai tambah maka bangsa tersebut siap-siap menjadi bangsa pinggiran.

Sayangnya upaya merintis inovasi-inovasi di daerah dan nusantara dihadapkan pada 5 (lima) anomali atau masalah besar yakni (1) korupsi yang mendera dan tidak ada kapoknya meski berkali-kali OTT KPK; (2) ada upaya menarik kepada dari sudut netral ke pihak yang berpihak pada kandidat atau saat ini mengganggu profesionalitas dan kinerja birokrat; (3) pimpinan daerah hasil pilkada sulit jadi penggerak inovasi karena harapan diharapkan oleh pemodal yang biayai kontestasi pilkada yang mahal ( high cost politic ).

(4) swasta (pasar) dibantu media kadang mengambil alih peran instansi pemerintah yang gaptek dan lembaga sampiran negara yang lelet. pasar red type lewat aksi live quick count , dan biro jasa pengurusan publik administrasi; (5) masih banyak diskontinu pembangunan atau dilanjutkan setengah hati oleh penerus elite. Ganti pemimpin, maka gantilah kebijakan.

Alhamdulillah , generasi milenial sebagai gerbong depan bonus demografi era mendatang (era Indonesia emas) merasakan disrupsi pemerintahan dan politik berbasis teknologi 4.0. Di nusantara baru langkah awal dari undakan tangga yang banyak dan tinggi. Para milenial optimistis di tengah munculnya pendemi covid-19 di tiga negara dunia sebagai pemicu baru disrupsi global — mereka yakin bisa berbuat lebih baik lagi. (AS)

Subscribe to receive free email updates: