Bedakan Antara Politik Agama dan Politisasi Agama
Sumber : kalteng.kemenag.go.id
Garudapolitik.com, Jakarta - Masyarakat harus bisa membedakan antara politik agama dan politisasi agama. Dua frasa itu menjadi sebuah hal penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan pemilihan umum. Pada lokakarya nasional pengarusutamaan moderasi agama yang dilaksanakan di Jakarta pada 25 – 27 Juli, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin secara khusus meminta Kepala Kanwil Kemenag provinsi dan pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama provinsi se-Indonesia yang hadir dalam kegiatan itu untuk terus menerus memberikan pemahaman tentang perbedaan politik agama dan politisasi agama.
"Ini sangat penting agar tidak ada kesalahpahaman di antaranya kita. Karena ada sebagian masyarakat yang menyebutkan jangan bawa-bawa agama ke dalam politik, atau juga ungkapan bahwa agama harus ada di politik,” kata Menag.
Menurut dia, politisasi agama adalah menjadikan agama sebagai media, sarana, instrumen untuk mencapai tujuan politik pragmatis. Sedangkan politik agama adalah menjadikan agama Sebagai pijakan utama dalam berpolitik, bahkan menjadi ruh, jiwa, spirit dan landasan dalam aktivitas politik. “Misalnya dalam berpolitik itu jangan sampai berpecah belah karena agama mengajarkan persatuan,”ujar Menag.
Agama, imbuh Menag, seharusnya dijadikan faktor perajut persatuan untuk menjalankan kemajemukan. Karena semua beragama disatukan dengan semangat yang sama agar nilai agama menjadi acuan dalam menjalani kehidupan bersama. Bukan justru agama menjadi faktor yang menjadikan kita terpecah belah.
Masih tentang politisasi agama, pengurus Majelis Ulama Indonesia KH. Zainud Tauhid memandang bahwa untuk memenuhi nafsu politiknya sebagian pelaku politik menggunakan agama untuk mencapai tujuan politik sesaatnya. Politisasi agama kemudian menjadi potensi bahaya karena bisa menciptakan perpecahan. “Tentu kita harus sampaikan kepada masyarakat bahwa biarlah proses politik itu berjalan tanpa harus memecah belah kita. Memang agama harus dijadikan dalam semua aspek kehidupan kita, termasuk aspek politik, tapi jangan sampai agama dipakai hanya untuk mencapai tujuan politik,” ucap KH. Zainud Tauhid.
Sementara menurut hasil survey yang dipaparkan dalam lokakarya itu menunjukkan bahwa identitas agama menjadi identitas yang paling kuat di dalam diri masyarakat Indonesia. Survey yang sama juga menunjukkan mayoritas respoden survey berpendapat bahwa urusan agama dan politik tidak dipisahkan.
Lokakarya itu sendiri diikuti tidak kurang dari 150 peserta yang berasal dari sejumlah elemen. Kanwil Kemenag Kalteng mengutus Kasubbag Hukum dan KUB H. Sujono serta Kabag Tata Usaha H. Surian Nor menjadi salah satu pesertanya. (AS)